Langsung ke konten utama

Analisa Usaha Ulat Sutera Alam

Analisa usaha ulat sutera alam

Inisiasi usaha budi daya A. atlas untuk tujuan komersial memerlukan modal yang relatif besar, baik dari biaya investasi dan biaya operasional.

Intuk menjalankan usaha budi daya Untuk A. atlas yang berkelanjutan, analisis usaha merupakan hal yang penting untuk diperhitungkan. Dengan demikian, akan mudah diketahui apakah usaha yang dijalankan membawa keuntungan atau tidak.

Baca juga: Prospek bisnis ulat sutra alam

Analisa usaha ulat sutera alam attacus atlas

A. Investasi

Investasi untuk budi daya A. atlas yang diperlukan antara lain berupa:

a) lahan untuk penanaman sirsak minimal seluas 1 ha (densitas tanaman 2000/ ha),

b) penyiapan tanaman sirsak termasuk pengolahan tanah dan penanaman;

c) bangunan untuk penetasan telur, pemeliharaan ulat, pengolahan kokon dan benang sutera; serta 

d) peralatan dan fasilitas pemeliharaan ulat dan pengolahan kokon.

Jumlah modal awal yang diperlukan untuk usaha ulat sutera dengan skala 20.000 ekor yang terdiri dari investasi serta biaya operasional selama 6 bulan masing-masing sebesar Rp 78.500.000 dan Rp 11.000.000. Dengan demikian, total kebutuhan dana awal sebesar Rp 89.500,000. Investasi terbesar diperlukan untuk pembuatan rumah ulat dan tempat pengolahan, yakni sebesar 38,21% dari total kebutuhan investasi. Kebutuhan investasi lain yang cukup tinggi adalah biaya pembuatan kebun sirsak, yakni sebesar 31,85% dari total investasi. 

B. Biaya Operasional

Biaya operasional usaha diperlukan antara lain untuk sewa lahan/ tahun; pemeliharaan kebun pakan (peralatan kebun dan pemeliharaan tanaman pakan); panen daun untuk pakan; tenaga kerja untuk pemeliharaan ulat kecil,ulat besar, pengolahan kokon, pemintalan benang dan penenunan; serta desinfektan dan pengolahan kokon.

C. Analisis Usaha

Budi daya A. atlas bisa menjadi alternatif usaha bagi petani karena dapat dikelola dengan teknologi yang sederhana, pasar terbuka, dan keuntungan usaha cukup besar. Namun demikian, usaha budi daya A. atlas memerlukan ketekunan dan keseriusan. Hal ini penting untuk mendapatkan keuntungan yang lebih optimal sehingga usaha yang dikembangkan tidak hanya menghasilkan satu macam produk saja, tetapi bisa menciptakan diversifikasi produk. Selain kokon sebagai produk utama, peternak harus dapat mengolah hasil ikutan untuk meningkatkan nilai tambah (value added). Ada jargon terkenal yang sering disampaikan dalam usaha persuteraan yaitu "semakin ke hilir semakin besar keuntungan usaha". Sebagai contoh, jika hanya memproduksi kokon, keuntungan relatif akan rendah, bahkan bisa mengalami kerugian. Namun, jika kokon dan produk ikutan diolah lebih lanjut, keuntungannya akan semakin tinggi.

1. Analisis rugi laba

Usaha budi daya ulat sutera dimulai dari penanaman pohon inang, budi daya ulat sutera sampai dengan menghasilkan produk dalam bentuk produk utama (benang), dan produk hasil ikutannya. Pemanfaatan produksi hasil ikutan umumnya berupa kerajinan tangan seperti tas, bunga, dan asesoris lainnya. Usaha ini merupakan usaha keluarga yang dapat ditangani oleh 3-5 orang tenaga kerja sehingga dalam pelaksanaannya merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM) atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

a. Asumsi analisis rugi laba 

Analisis rugi laba dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun dengan sumber penerimaan usaha A. atlas yang terdiri dari penjualan benang dan hasil kerajinan tangan (tas, bunga, dan cindera mata). Selama pemeliharaan 3 bulan (dengan bibit ulat sutera sebanyak 20.000 ekor dan keberhasilan hidup ulat sebesar 50%), diasumsikan akan dihasilkan sebanyak 10 kg kokon atau 2,5 kg benang atau 20 meter kain dan bahan untuk pembuatan handycraft (tas sebanyak 100 unit, bunga 300 tangkai, dan 100 unit asesoris lainnya). Harga produk di pasar seringkali naik turun dan pada saat ini harga benang Rp 1.500.000/kg, sedangkan tas dipasarkan dengan harga Rp 50.000/buah, bunga dipasarkan dengan harga Rp 10.000/tangkai, dan asesoris dipasarkan dengan harga Rp 20.000/buah.

b. Asumsi produksi

Produksi benang pada tahun pertama sebanyak 10 kg dan tahun ke-2 sebanyak 20 kg, kemudian di tahun ke-3 dan seterusnya sebanyak 30 kg per tahun. Dengan demikian, rata-rata produksi selama 5 tahun sebanyak 24 kg per tahun. Berdasarkan perhitungan selama periode lima tahun, rataan penerimaan satu tahun sebesar Rp 95,2 juta.

c. Asumsi biaya usaha 

Biaya usaha yang diperhitungan di sini adalah biaya tetap dan biaya operasional. Biaya tetap merupakan biaya penyusutan yang terdiri dari penyusutan rumah ulat sutera, rak budi daya, alat prosesing seperti alat pintal, kompor, atau panci. Biaya operasional terdiri dari sewa lahan, budi daya tanaman inang, budi daya ulat (termasuk pembelian telur bibit), bahan desinfektan dan pengolahan produk, serta tenaga kerja.

Total biaya usaha selama satu tahun diperkirakan sebesar Rp 51.150.000. Dengan demikian, keuntungan bersih sebelum pajak dan bunga yang bisa diperoleh sebesar Rp 43.300.000 per tahun. Berdasarkan analisis usaha yang dilakukan, pada tahun pertama belum bisa diperoleh keuntungan dan baru pada tahun ke-2 dan seterusnya keuntungan mulai beranjak positif.

2. Kelayakan finansial

Usaha ulat sutera merupakan usaha kecil dengan tingkat keuntungan yang menjanjikan dan berpotensi untuk dikembangkan secara bertahap.

Hasil analisis kelayakan finansial untuk periode perhitungan 5 tahun pertama dengan suku bunga 12% per tahun akan diperoleh keuntungan bersih (NPV) sebesar Rp 92,01 juta dengan nisbah keuntungan dan biaya (BC-ratio) rata-rata sebesar 2,43. Bila tingkat suku bunga 20%, akan diperoleh keuntungan bersih (Net Present Value/NPV) sebesar Rp 53,95 juta. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ulat sutera dapat dikembangkan pada kondisi suku bunga di atas 20%.

Berdasarkan analisis kepekaan terhadap gejolak suku bunga, diperoleh Tingkat Suku Bunga Tertinggi (Internal Rate Return/IRR) sebesar 44%. Apabila investasi dan modal kerja diperoleh dari sumber pembiayaan dana pinjaman maka usaha ulat sutera tersebut masih termasuk dalam katagori usaha yang layak untuk dilakukan dalam situasi ekonomi yang fluktuatif.

Berdasarkan jangka waktu pengembalian modal, usaha tersebut dapat menutupi kebutuhan biaya investasi dan operasional setelah usaha berjalan selama 3,41 tahun (Payback Period). Usaha ini merupakan kegiatan agribisnis berjangka waktu relatif pendek dengan titik impas usaha dapat dicapai pada tingkat penjualan benang sebanyak 29 kg, 1.160 buah tas, 3.480 unit bunga, dan 1.160 unit asesoris.

Komentar

Edukasi Terpopuler

Connect With Us

Copyright @ 2023 findira.com, All right reserved