Langsung ke konten utama

Segmentasi Pasar Usaha Budi Daya Ikan Laut

Segmentasi Usaha Budi Daya Ikan Laut

Usaha budi daya ikan laut mempunyai beberapa segmentasi usaha atau pasar. Segmen-segmen usaha tersebut dapat dilakukan sendiri-sendiri atau digabungkan ke dalam satu usaha dengan berbagai kegiatan. Pembudi daya atau calon pembudidaya ikan laut dapat memilih segmen segmen usaha tersebut sesuai dengan modal dan keterampilan. 

Baca juga: 9 Jenis ikan laut prospektif yang bernilai ekonomis

PRODUKSI BENIH

Produksi benih ikan laut merupakan salah satu usaha yang menguntungkan. Kegiatan pembenihan merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan secara sendiri atau digabungkan dengan usaha lain, misalnya pembesaran. Bagi pembenih dengan modal terbatas dapat mengem bangkan usaha pembenihan skala kecil dengan membangun balai benih atau hatchri (hatchery) skala kecil atau hatchri skala rumah tangga (HSRT). Sedangkan bagi pembenih bermodal besar dapat membangun hatchri skala besar atau lengkap (HSL).

Kegiatan HSRT terbatas, baik jumlah spesies yang dibenihkan, skala usaha, maupun tahap produksi benih HSRT di Gondol Bali, misalnya hanya menetaskan telur bandeng (Chanos chanos). kerapu bebek (Cromileptes altivelis), atau kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dibeli di HSL atau BBRPBL Gondol-Bali. Kegiatan penetasan telur menghasilkan benih ikan yang mulai dipasarkan pada umur 30-45 hari.

Kegiatan HSL tentu lebih komplet mulai dari domestikasi. produksi benih hingga produksi induk melalui kegiatan pembesaran. Di samping itu, jumlah spesies yang dibenihkan tentu lebih banyak. Pada usaha budi daya skala besar kegiatan pembenihan merupakan unit yang terintegrasi. Produksi benih yang dihasilkan, selain untuk memasok unit usaha pembesaran sendiri juga dijual ke pasar.

Pembenihan ikan laut dan biota laut lainnya) merupakan usaha yang prospektif. Di masa yang akan datang. pembenihan ikan laut tidak hanya untuk kegiatan pembesaran, tetapi juga untuk restoking atau penebaran kembali ke habitat. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan stok ikan di perairan tersebut dalam rangka menaikkan pendapatan para pelaku perikanan tangkap (nelayan) dan pelestarian ikan laut tersebut. Kegiatan ini dilakukan secara reguler dan terus-menerus dengan menggunakan benih yang dihasilkan dari kegiatan akuakultur, khususnya pembenihan.

Perpaduan akuakultur (pembenihan) dan perikanan tangkap di perairan laut dikenal dengan istilah peternakan laut (marine ranching). yaitu penebaran benih ikan laut ke dalam perairan laut dengan prinsip memanfaatkan semua faktor lingkungan secara optimal melalui penerapan teknologi sehingga ekosistem terbuka dapat dijadikan sebagai tempat pemeliharaan ikan yang bernilai ekonomi tinggi (Koganesawa. 1991 dalam Nessa, 1994). Kegiatan budi daya dimulai dari persiapan benih sampai layak tebar, dan kegiatan penangkapan yaitu pengaturan waktu. jumlah, dan ukuran yang ditangkap.

Di negara-negara yang teknologi akuakulturnya sudah sangat maju. misalnya Jepang. AS, RRC dan negara-negara Eropa, kegiatan restoking sudah menjadi kegiatan komersial, bukan sekadar kegiatan konservasi dan sosial. Kegiatan akuakultur (pembenihan) menjual benih kepada asosiasi, koperasi nelayan atau pemerintah daerah yang melakukan restoking, sementara nelayan melaporkan hasil tangkapannya untuk dikenai biaya (charge) pembelian benih oleh asosiasi atau koperasi tersebut (Effendi. 2004). Dengan demikian, kegiatan akuakultur komplementer dengan kegiatan penangkapan. 

PRODUKSI IKAN KONSUMSI

Produksi ikan konsumsi adalah kegiatan pembesaran (fattening/growout) untuk menghasilkan ikan sesuai dengan kebutuhan pasar (marketable size) untuk konsumsi langsung. Ikan konsumsi langsung dipasarkan mulai dari pasar rakyat atau pasar tradisional hingga pasar swalayan atau pasar modern (supermarket).

Hasil panen disesuaikan dengan kualifikasi atau standar yang telah ditentukan oleh pasar yang dituju. Pasar pasar swalayan membutuhkan ikan-ikan hasil panen yang ukurannya seragam, baik ikan hidup maupun ikan segar, misalnya ukuran 500-1.000 gr/ekor. Sedangkan ukuran lebih kecil dan tidak seragam dipasarkan pada pasar-pasar rakyat.

Selain pasar tersebut, rumah makan restoran, dan hotel juga merupakan pasar yang menjadi sasaran ikan konsumsi langsung. Rumah makan sea food, restoran, dan hotel biasanya membutuhkan ikan ikan laut yang ukurannya seragam Untuk acara-acara tertentu, restoran dan hotel membutuhkan ikan laut ukuran besar, > 5 kg/ekor.

Selama ini rumah makan dan restoran seafood mendapat pasokan ikan laut dari penangkapan sehingga ukurannya tidak seragam dan kualitasnya rendah, baik karena daerah penangkapan yang jauh atau pun penanganan hasil tangkapan yang buruk. Pada musim paceklik (musim barat) pasokan ikan laut sangat terbatas, sehingga harga ikan laut melambung. Ini merupakan peluang pasar yang baik bagi budi daya ikan laut untuk produksi konsumsi langsung. 

Pasar potensial lainnya adalah perayaan hari-hari besar keagamaan misalnya Idul Fitri, Idul Adha. Natal, tahun baru Konghucu, dan lain-lain. Dengan manajemen budi daya yang baik, produksi dapat diserap pasar pasar tersebut. 

PRODUKSI IKAN UNTUK EKSPOR

Pasar ekspor merupakan salah satu pasar utama bagi ikan-ikan laut. Ikan ikan karang dari Indonesia bahkan mempunyai harga yang baik di Hongkong, China, Singapura. Jepang, dan negara-negara Eropa. Sekalipun Indonesia merupakan produsen ikan karang terbesar di dunia, namun produksi yang ada sangat sedikit dibanding besarnya pasar ekspor. Importir ikan-ikan laut, seperti kerapu, kakap, dan bawal bahkan telah membuat komitmen dengan pembudidaya sejak penebaran. 

Pasar ekspor merupakan peluang bagi pengembangan budidaya ikan-ikan laut. Namun untuk menghasilkan ikan yang dapat diekspor perlu penerapan manajemen budi daya yang baik dan berstandar tinggi. Keseragaman hasil panen kualitas produksi. keamanan pangan. kontinuitas, dan ketepatan pengiriman adalah persoalan-persoalan yang sering menghambat produksi.

Pada beberapa kasus, produk perikanan Indonesia ditolak di beberapa negara pengimpor karena soal sepele, kotor. Sistem produksi dan penanganan pasca panen yang buruk dianggap sebagai biang penolakan produk perikanan. 

Pada budi daya peluang untuk menghasilkan ikan laut berkualitas tinggi lebih mudah dibandingkan penangkapan. Penanganan pasca panen juga lebih mudah karena ukuran ikan hasil panen relatif seragam. Apalagi jika ikan yang diekspor dalam kondisi hidup maka kegiatan budi daya tentu lebih unggul. 

Produksi ikan untuk ekspor merupakan peluang yang baik bagi budi daya ikan laut. Pasar ekspor bisa menjadi segmen usaha tersendiri atau digabung dengan segmen usaha lain. Di daerah Riau dan Batam yang dekat dengan Singapura, budi daya laut ditujukan untuk pasar Singapura. Budidaya ikan laut di daerah tersebut, sebagian besar memang ditujukan untuk pasar Singapura, sehingga kegiatan budi daya terbatas pada membesarkan benih hingga mencapai ukuran panen dan langsung dijual kepada pembeli atau dikirim langsung ke Singapura. Artinya, budi daya ikan di Riau dan Batam hanya untuk pasar ekspor.

PRODUKSI INDUK

Dalam kegiatan pembenihan ikan laut. salah satu permasalahan yang dihadapi adalah pengadaan induk. Hal ini karena untuk mencapai dewasa dan matang gonad umumnya ikan laut mencapai umur di atas 1 tahun. Untuk mencapai dewasa, kerapu bebek (Cromileptes altivelis) butuh waktu 15-2 tahun, sedangkan bandeng (Chanos chanos) dan kakap tambak (Lutjanus argentimaculatus) butuh waktu > 4 tahun. Hanya beronang (Siganus canaliculatus, S javus) yang butuh waktu pendek sekitar 8 bulan. 

Selama ini, pembenihan ikan-ikan laut masih mengandalkan calon induk/induk dari hasil penangkapan di alam. Pengadaan calon induk dengan cara penangkapan di alam relatif singkat, tetapi untuk mendapatkan calon induk yang siap dipijahkan juga sulit. Seringkali ikan yang tertangkap belum dewasa/belum matang gonad dan sulit ditangani.

Karena itu, kegiatan pembesaran untuk menghasilkan calon induk juga merupakan peluang usaha yang prospektif. Produksi benih secara kontinu membutuhkan ketersediaan induk yang cukup. Sebagai contoh, untuk budi daya bandeng di Indonesia, dibutuhkan jumlah nener atau benih bandeng sebanyak 3.170 juta ekor/tahun. Agar dapat memasok kebutuhan nener yang berkesinambungan maka diperlukan sekitar 71 HSL dan 710 HSRT dengan asumsi setiap HSL mampu memasok telur bagi 10 unit HSR. Untuk mendukung stabilitas produksi hatchri bandeng itu, pasokan induk yang berkualitas dan berkesinambungan dalam jumlah yang cukup mutlak diperlukan. Untuk memproduksi 570 juta ekor nener saja diperlukan induk sebanyak 13.200 ekor dengan asumsi bahwa tingkat pembuahan mencapai 82%, dan jumlah telur yang dibuahi 790.000 butir/induk/tahun, sintasan (survival rate) 20% serta stok induk yang dimiliki setiap HSL minimal tiga kali lipat dari jumlah yang digunakan. Jumlah tersebut belum termasuk penggantian induk yang sudah tidak produktif dan yang mati selama kegiatan produksi.

Calon induk yang berasal dari kegiatan budi daya mudah ditangani karena ikan sudah beradaptasi dengan lingkungan buatan, pakan buatan, relatif jinak, dan umurnya diketahui dengan pasti. Produktivitas induk lebih baik karena sejak awal sudah mendapat penanganan yang baik.  

PRODUKSI UMPAN

Dalam penangkapan tuna (Thunnus), cakalang (Katsuwonus pelamis), dan ikan laut lainnya, umpan menjadi faktor penting. Ketersediaan umpan hidup (life bait) yang cukup dan berkualitas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penangkapan. Selama ini, umpan hidup yang biasa digunakan dalam penangkapan tuna dan cakalang antara lain ikan teri (Stolephorus sp), ikan tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger kanagurta). ekor kuning/pisang-pisang (Caesio sp), dan layang (Decapterus russel). 

Ikan umpan tersebut bergantung pada hasil tangkapan di alam. Karena itu, produksinya dibatasi oleh musim dan fluktuatif. Usaha menyediakan umpan dalam jumlah besar dengan cara meningkatkan produksi penangkapan, juga dibatasi oleh ketersediaan sumber daya ikan. Sebagai contoh, ikan teri (Stolephorus sp) yang merupakan salah satu ikan umpan yang sangat baik kini mengalami padat tangkap (over fishing) di beberapa perairan di Maluku dan Maluku Utara, karena penangkapan yang intensif untuk kebutuhan umpan.

Akhir-akhir ini kapal-kapal penangkap tuna long line memanfaatkan gelondongan bandeng sebagai umpan hidup. Gelondongan bandeng selain meningkatkan laju tangkap (hook rate) 3 -5 kali lebih tinggi dibanding umpan beku atau segar, juga memiliki daya tahan hidup lebih lama dan mudah ditangani. Hal ini menjadikan gelondongan bandeng sebagai segmen pasar tersendiri. Di Benoa Bali tidak kurang dari 50 rean (1 rean = 5.500 ekor) gelondongan bandeng bernilai sekitar seratus juta rupiah yang diserap kapal-kapal tuna long line setiap harinya (Anindiastuti er al. 1993). Sedangkan di Pelabuhan Perikanan Samudra Baru Jakarta diperkirakan 90% dari total keperluan bandeng umpan dipasok dari hasil budi daya petani tambak di Karawang (Darmadi dan Pranowo, 1996).

Selain lebih tahan hidup dan mudah ditangani, keunggulan bandeng sebagai umpan adalah produksinya dapat ditingkatkan melalui kegiatan budi daya. Sementara ketersediaan umpan alam dibatasi oleh musim dan produksinya fluktuatif. 

Dengan demikian, budi daya ikan laut untuk produksi umpan adalah salah satu segmen pasar yang prospektif. Apalagi semua ikan yang dijadikan umpan dapat dibudidayakan. Selain bandeng, ikan umpan yang sudah dapat dibudidayakan adalah ekor kuning, walaupun budi daya ekor kuning bukan ditujukan untuk umpan. 

PRODUKSI IKAN HIAS

Produksi ikan hias (ornamental fish) juga merupakan segmen pasar tersendiri dan sangat prospektif. Perairan laut Indonesia memiliki sekitar 253 jenis ikan hias laut dengan potensi produksi mencapai 30 juta ekot tahun yang menjadikan posisi Indonesia sangat strategis dalam perdagangan ikan hias laut dunia. Namun, ikan hias laut yang diperdagangkan saat ini masih berasal dari penangkapan di alam. Berbeda dengan ikan hias air tawar yang telah banyak diproduksi dari budi daya, ikan hias laut baru sedikit yang berhasil dibenihkan. Kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang disebut dengan "grace kelly", klon atau nemo (Amphiprion sp), dan pidana kuning atau kuwe macan (Gnathanodon speciosus) adalah ikan hias laut yang telah berhasil dibenihkan. 

Ke depan, produksi ikan hias laut melalui budi daya merupakan pasar yang baik. Produksi ikan hias laut melalui penangkapan, selain tidak menjamin kontinuitas produksi, ikan hias yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan kualitasnya rendah dan penanganannya lebih sulit. Apalagi masyarakat internasional mulai sensitif dengan ikan hias yang ditangkap di alam, karena menentang pengrusakan ekosistem terumbu karang.

BAHAN BAKU INDUSTRI

Saat ini beberapa produk akuakultur telah menjadi bahan baku industri, seperti industri bahan makanan, obat-obatan, kosmetik, pupuk, dan sebagainya. Ikan-ikan laut telah menjadi bahan baku industri makanan sejak lama. Ikan tuna dan kelompok ikan sardin telah lama menjadi bahan baku dalam industri ikan kaleng. Demikian pula, kakap, kerapu, bawal, dan kuwe adalah ikan-ikan yang diperdagangkan dan diolah menjadi berbagai produk makanan, mulai dari industri rumahan hingga industri skala besar Ikan tidak hanya dimakan secara konvensional, tetapi telah diolah menjadi sosis, baso, burger,siomay, pempek. krupuk, dan lain-lain. 

Kandungan gizi dan bahan-bahan kimiawi pada ikan adalah bakau obat obatan makanan kesehatan, dan kosmetika. Sedangkan sisa-sisa ikan dan ikan bermutu rendah merupakan bahan baku untuk industri pakan ternak dan pakan biota akuatik. DemikiaImbah dari pengolahan hasil perikanan merupakan baku yang baik untuk produksi pupuk. 

Untuk kebutuhan industri makanan, obat-obatan, dan kosmetik, ikan ikan yang dibutuhkan adalah ikan yang berkualitas tinggi. Perusahaan yang bergerak dalam industri tersebut tentu membutuhkan bahan baku yang berkualitas, kontinu, dan tepat waktu. Itu berarti bahan baku industri merupakan salah satu segmen pasar dalam budi daya ikan. 

Komentar

Edukasi Terpopuler

Connect With Us

Copyright @ 2023 findira.com, All right reserved